نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ
“Istri-istrimu yaitu (seperti) tanah kawasan kau bercocok tanam, maka datangilah tanah kawasan bercocok tanammu itu bagaimana saja kau kehendaki” (QS. Al-Baqarah : 223)
Jima' atau bekerjasama tubuh yaitu salah satu ibadah bagi pasangan suami istri yang bisa menghasilkan pahala yang luar biasa baik di dunia maupun di nirwana nanti. Dengan jima’ kebutuhan biologis dan psikologi suami istri bisa saling memenuhi satu sama lain.
Suami bisa menjima’ istrinya kapanpun kecuali pada waktu-waktu yang memang tidak boleh oleh agama. Tapi, ada waktu-waktu tertentu yang sanggup melimpahkan pahala dan kemuliaan ketika berjima’ dengan istri.
Seperti halnya berdasarkan M. Fauzil Adhim ada dua waktu yang akan mendatangkan kemuliaan yang ludang kecepeh ketika melaksanakan jima' atau bekerjasama tubuh suami istri, diantaranya :
Pertama, ketika suami pulang dari bepergian jauh dan pada waktu yang cukup lama. Tentunya, dua manusia yang sudah sah berumah tangga ini akan saling merindu satu sama lain. Maka, curahkanlah rasa rindu diantara suami istri salah satunya dengan berjima’.
Kedua, ketika suami mendadak pulang dari suatu kawasan alasannya yaitu terangsang birahinya knorma dan sopan santun ia berada di luar rumah. Maka, tidak boleh ditunda lagi suami istri harus segera berjima’ biar terhindar dari dosa besar salah satunya zina.
Menurut At-thihami dalam kitab “Qurratul Uyun” jima’ yang utama dilakukan pada ketika permulaan waktu malam. Karena, dengan begitu akan terdapat waktu yang panjang untuk mandi junub. Sedangkan jikalau jima’ dilakukan pada final malam, maka waktu untuk mandi junub sangat sempit dan akan mengakibatkan tertinggalnya salat subuh berjama’ah. Dan jikalau jima’ dilakukan di final malam, tentunya akan dilakukan usai tidur. Hal yang demikian ini niscaya akan terjadi kedaluwarsa verbal yang tidak sedap sehingga dikhawatirkan akan mengurangi gairah berjima’ dan mengakibatkan rasa jijik.
Selanjutnya, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang enggauli (menjima’) istrinya pada hari Jum’at, kemudian ia mandi wajib dan pergi salat Jum’at pada awal waktu dengan berjalan dan tidak menaiki kendaraan, kemudian mendekat kepada imam, mendengarkan khatib, dan tidak berkata-kata, setiap amal langkah sunnahnya akan mendatangkan pahala puasa sunnah dan salat malam baginya.” (HR. Abu dawud, Tirmidzi, nasai, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad). Maka dari itu, hari jum’at yaitu hari yang baik untuk melaksanakan jima’ alasannya yaitu di dalamnya terkandung pahala yang luar biasa.
Oleh alasannya yaitu itu, hendaklah pasangan suami istri ludang kecepeh selektif menentukan waktu-waktu yang mulia untuk memadu cinta dan kasih dengan pasangan halalnya biar menghasilkan generasi unggul yang bisa menegakkan kalimat tauhid di masa yang akan datang. (retsa/islampos/qurratuluyun/pendidikanagamaislamdalamkeluarga)
Advertisement